KENALI EMOSIMU...
Bagi kita orang Indonesia, istilah 'emosi' sering
dikonotasikan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan atau destruktif. 'Tahan
emosi mu!', 'dia orang yang emosional', 'kamu cepat emosi sih', dan seterusnya.
Bahwa emosi adalah gambaran kemarahan, kebencian, bahkan kekejaman. Pandangan
yang berkembang tersebut tidak sepenuhnya keliru karena 'marah' dan 'benci'
adalah benar merupakan bentuk bentuk emosi. Namun, sayangnya di sini emosi
hanya dilihat dari sisi yang sempit. Padahal, sebagai sebuah bentuk ekspresi
dari proses mental yang sedang terjadi pada diri seseorang (emosi disebut juga
'afek' dalam psikologi), maka spektrum emosi sesungguhnya sangat luas dan dapat
dibagi dalam dua kelompok yaitu positif dan negatif.
So, let's get familiar with these two.
Pertama, seimbangkan referensi kamu tentang bentuk
bentuk emosi ini yang pada umumnya muncul tanpa disadari. Contoh emosi positif:
bahagia, optimis, termotivasi, kagum, bangga, riang, lucu dan seterusnya.
Bahasa Inggris bahkan memiliki lebih banyak lagi ekspresi emosi positif yang
sudah sering kita dengar dan gunakan di keseharian seperti 'enjoy', 'driven'
dan 'friendly'. Sementara emosi negatif (sepertinya cenderung lebih banyak kita
ketahui ya ) yaitu sedih,
marah, benci, kesal, cemas, takut, cemburu, atau yang sedang trending seperti
'mager' dan 'baper'. Cara gampang membedakannya, emosi positif memberikan
rentetan dampak yang positif ke diri kita, dan tentu saja sebaliknya. Social
Media sangat advance lho dalam mengidentifikasi bentuk bentuk emosi melalui
ikon ikon Emoticon nya.
Kedua, selain mengenal tipe emosi, kita juga perlu belajar gimana mengekspresikannya
dalam konteks yang tepat. Selain bahwa kemampuan mengekspresikan emosi dengan
sehat dan adekuat (tepat dan sesuai konteks) merupakan salah satu bentuk
Kecerdasan Emosi, para ahli kesehatan mental pun menggunakan ketidakadekuatan
dalam mengekspresikan emosi ini untuk mendeteksi adanya gangguan mental.
Istilah 'afek tumpul' (emosi datar), 'moody', emosi berlebihan (sangat sedih
atau sangat bahagia hingga berhari-hari) atau respon emosi yang tidak sesuai
konteks (tertawa tak terkendali pada situasi dimana ia harus sedih atau malah
sebaliknya menangis berlebihan pada situasi yang menggembirakan) adalah
beberapa contoh simtom ketidakadekuatan emosi yang menjadi tanda-tanda adanya
gangguan mental pada seseorang.
Baru baru ini (Oktober 2019) Hollywood merilis film
thriller psikologis berjudul 'JOKER'.
JOKER yang tampaknya mengalami gangguan jiwa yang
cukup kompleks, menampilkan salah satu bentuk simtom ketidakakuatan emosi yang
disebut 'Pseudobulbar Affect' (PBA). PBA ditandai dengan ketidakmampuan
penderita untuk menunjukkan emosi yang sinkron disesuaikan dengan tuntutan
situasi dimana dalam kasus Joker ia bisa tertawa terbahak-bahak pada situasi
yang justru menimbulkan frustrasi. Namun PBA bukanlah satu bentuk gangguan jiwa
melainkan hanya sebuah simtom emosi yang ganjil dimana kemungkinan penderita
yang didiagnosis dengan gangguan yang berbeda bisa sama sama memiliki simtom
PBA. Di film itu diceritakan bagaimana ketidakseimbangan mental Arthur Fleck
(nama asli Joker) berkembang selama bertahun-tahun karena berbagai stimulasi
negatif seperti mengalami kekerasan fisik dan psikologis sejak kecil, ketiadaan
support emosi ketika sedang merasa 'down', sehingga mempengaruhi kepribadinya
dan ketidakmampuannya merespons penolakan atau situasi yang tidak menyenangkan.
Psikoterapis ternama dari Belanda, Frederika Bannink menyebutkan ttentang rasio keseimbangan emosi yang sehat, yaitu
3 EMOSI POSITIF (+) dan 1 EMOSI NEGATIF (-). Di dalam salah satu bukunya, Frederika Bannink mengutip hasil penelitian yang
menyebutkan bahwa mereka yang sukses dalam menjalani kehidupan rumah tangga,
karier dan bisnis pada umumnya menampilkan rasio positivity sekitar 3 atau
lebih dan sedikit sekali emosi negatif. Sebaliknya, rasio emosi negatif yang
lebih banyak ditemui pada mereka yang sulit mengatasi depresi, punya masalah
rumah tangga, atau berada dalam tim yang kurang produktif. Simpulannya, emosi negatif terkadang tidak bisa dihindari dan sangat manusiawi. Yahh
masa kalau dikecewakan gak boleh marah atau nangis, ya kan? Tetapi, memonitor keseimbangan
emosi mu sangat penting supaya tidak mendominasi keseharianmu yang akhirnya dapat berdampak pada kesehatan fisik dan jiwamu.
Repost: FB InnerqJambi
Repost: FB InnerqJambi
No comments:
Post a Comment