Friday, November 1, 2019


KENALI EMOSIMU...


Bagi kita orang Indonesia, istilah 'emosi' sering dikonotasikan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan atau destruktif. 'Tahan emosi mu!', 'dia orang yang emosional', 'kamu cepat emosi sih', dan seterusnya. Bahwa emosi adalah gambaran kemarahan, kebencian, bahkan kekejaman. Pandangan yang berkembang tersebut tidak sepenuhnya keliru karena 'marah' dan 'benci' adalah benar merupakan bentuk bentuk emosi. Namun, sayangnya di sini emosi hanya dilihat dari sisi yang sempit. Padahal, sebagai sebuah bentuk ekspresi dari proses mental yang sedang terjadi pada diri seseorang (emosi disebut juga 'afek' dalam psikologi), maka spektrum emosi sesungguhnya sangat luas dan dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu positif dan negatif. 

So, let's get familiar with these two. 

Pertama, seimbangkan referensi kamu tentang bentuk bentuk emosi ini yang pada umumnya muncul tanpa disadari. Contoh emosi positif: bahagia, optimis, termotivasi, kagum, bangga, riang, lucu dan seterusnya. Bahasa Inggris bahkan memiliki lebih banyak lagi ekspresi emosi positif yang sudah sering kita dengar dan gunakan di keseharian seperti 'enjoy', 'driven' dan 'friendly'. Sementara emosi negatif (sepertinya cenderung lebih banyak kita ketahui ya ) yaitu sedih, marah, benci, kesal, cemas, takut, cemburu, atau yang sedang trending seperti 'mager' dan 'baper'. Cara gampang membedakannya, emosi positif memberikan rentetan dampak yang positif ke diri kita, dan tentu saja sebaliknya. Social Media sangat advance lho dalam mengidentifikasi bentuk bentuk emosi melalui ikon ikon Emoticon nya.

Kedua, selain mengenal tipe emosi, kita  juga perlu belajar gimana mengekspresikannya dalam konteks yang tepat. Selain bahwa kemampuan mengekspresikan emosi dengan sehat dan adekuat (tepat dan sesuai konteks) merupakan salah satu bentuk Kecerdasan Emosi, para ahli kesehatan mental pun menggunakan ketidakadekuatan dalam mengekspresikan emosi ini untuk mendeteksi adanya gangguan mental. Istilah 'afek tumpul' (emosi datar), 'moody', emosi berlebihan (sangat sedih atau sangat bahagia hingga berhari-hari) atau respon emosi yang tidak sesuai konteks (tertawa tak terkendali pada situasi dimana ia harus sedih atau malah sebaliknya menangis berlebihan pada situasi yang menggembirakan) adalah beberapa contoh simtom ketidakadekuatan emosi yang menjadi tanda-tanda adanya gangguan mental pada seseorang. 

Baru baru ini (Oktober 2019) Hollywood merilis film thriller psikologis berjudul 'JOKER'. 
JOKER yang tampaknya mengalami gangguan jiwa yang cukup kompleks, menampilkan salah satu bentuk simtom ketidakakuatan emosi yang disebut 'Pseudobulbar Affect' (PBA). PBA ditandai dengan ketidakmampuan penderita untuk menunjukkan emosi yang sinkron disesuaikan dengan tuntutan situasi dimana dalam kasus Joker ia bisa tertawa terbahak-bahak pada situasi yang justru menimbulkan frustrasi. Namun PBA bukanlah satu bentuk gangguan jiwa melainkan hanya sebuah simtom emosi yang ganjil dimana kemungkinan penderita yang didiagnosis dengan gangguan yang berbeda bisa sama sama memiliki simtom PBA. Di film itu diceritakan bagaimana ketidakseimbangan mental Arthur Fleck (nama asli Joker) berkembang selama bertahun-tahun karena berbagai stimulasi negatif seperti mengalami kekerasan fisik dan psikologis sejak kecil, ketiadaan support emosi ketika sedang merasa 'down', sehingga mempengaruhi kepribadinya dan ketidakmampuannya merespons penolakan atau situasi yang tidak menyenangkan. 


Psikoterapis ternama dari Belanda, Frederika Bannink menyebutkan ttentang rasio keseimbangan emosi yang sehat, yaitu 3 EMOSI POSITIF (+) dan 1 EMOSI NEGATIF (-). Di dalam salah satu bukunya, Frederika Bannink mengutip hasil penelitian yang menyebutkan bahwa mereka yang sukses dalam menjalani kehidupan rumah tangga, karier dan bisnis pada umumnya menampilkan rasio positivity sekitar 3 atau lebih dan sedikit sekali emosi negatif. Sebaliknya, rasio emosi negatif yang lebih banyak ditemui pada mereka yang sulit mengatasi depresi, punya masalah rumah tangga, atau berada dalam tim yang kurang produktif. Simpulannya, emosi negatif terkadang tidak bisa dihindari dan sangat manusiawi. Yahh masa kalau dikecewakan gak boleh marah atau nangis, ya kan? Tetapi, memonitor keseimbangan emosi mu sangat penting supaya tidak mendominasi keseharianmu yang akhirnya dapat berdampak pada kesehatan fisik dan jiwamu.

Repost: FB InnerqJambi

No comments: