Sunday, February 8, 2009

Anda dan Karir Anda: Bekerja dengan cinta

BEKERJA DENGAN CINTA

Di era dimana pekerjaan tidak mudah diperoleh, ternyata tidak sedikit lho orang yang masih sulit ‘enjoy’ dalam menjalani pekerjaan yang sudah didapatkannya. Apakah itu karena kurangnya rasa bersyukur? Tentu saja tidak sesederhana itu. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang sulit mencintai pekerjaannya alias terpaksa menjalani apa tugasnya walaupun sebetulnya ingin sekali bisa lebih enjoy dengan yang dijalaninya saat ini. Tapi apa daya. Simak yang berikut ini!

1. ‘Terjebak’ dengan pekerjaan yang dipilih

Mereka yang melaporkan sulit sekali ‘enjoy’ dengan pekerjaannya saat ini pada umumnya berpikir bahwa mereka telah menerima pekerjaan pada situasi dan kondisi yang salah. Misalnya jenis pekerjaannya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, level keahlian atau standar gaji yang diinginkan. Ini masalah klise yang paling sering dilaporkan. Yah! Kondisi pasar kerja saat ini seringkali memaksa munculnya fenomena ‘underpaid’ dan ‘over-qualified’. Seseorang merasa ‘dipaksa’ oleh kondisi untuk menerima pekerjaan yang sama sekali bukan pekerjaan impiannya. Akhirnya, dengan rasa terpaksa pula harus menjalani tuntutan tugas dari pekerjaan yang dipilih. Tips bagi anda yang berada pada situasi ini:
  • Diperlukan kemauan untuk beradaptasi bila anda berada pada situasi ini. Ingatlah selalu tujuan paling utama yang mendasari keputusan anda menerima pekerjaan itu, setiap kali perasaan ‘tidak enjoy’ itu muncul. Bila anda terpaksa menerima satu pekerjaan karena tuntutan ekonomi akibat peran anda sebagai tulang punggung keluarga, sementara pekerjaan yang tersedia saat itu tidak banyak, maka fokuslah pada tujuan itu!
  • Berpikirlah bahwa anda tidak akan selamanya berada di situ, karena suatu saat kesempatan mendapatkan promosi atau terbukanya peluang lain pasti akan datang. Tapi hati-hati..berpikir fokus saja tidak cukup. Yang lebih penting adalah terus menjaga performa pekerjaan anda agar tetap memenuhi standar. Jangan sampai karena anda merasa ‘buntu’ dengan dengan pekerjaan anda, anda lalu melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas anda. Anda tidak pernah tahu bila ternyata peluang itu justru muncul dari atasan atau klien-klien yang bekerja dengan anda saat ini!
  • Jangan salahkan situasi dan kondisi yang ada, karena sebetulnya semua ini bermula dari keputusan anda menerima pekerjaan itu. Anda tentu sudah diberi informasi oleh calon employer anda mengenai paket pekerjaan secara utuh pada saat interview dilakukan. Bila anda merasa belum pernah menerima informasi itu sebelumnya, evaluasilah kembali pilihan-pilihan anda, lalu putuskan: Quit or Go On! Jangan salahkan employer anda apalagi diri anda sendiri karena merasa ‘terjebak’ dan menjadi korban keadaan.

2. Perubahan dan tekanan lingkungan yang di luar prediksi

Restrukturisasi (misalnya perampingan atau ekspansi), akuisisi atau merger seringkali membawa perubahan pola kerja dan pola komunikasi di suatu organisasi/perusahaan. Misalnya perubahan jam kerja lebih panjang dari biasa atau ke sistem shift, sistem reward, atasan yang diganti sampai dengan lokasi kerja yang berpindah. Hal ini membutuhkan kemampuan menyesuaikan diri yang tinggi. Bahkan mereka yang sudah terbukti sangat ‘well dedicated’ dengan pekerjaannya dapat saja tiba-tiba merasa sulit memenuhi tuntutan pekerjaannya dengan wajar. Tips untuk anda yang berada pada situasi ini:
  • Pelajari situasi dengan baik, jangan cepat-cepat mengambil kesimpulan terhadap satu kondisi yang sekilas nampaknya kurang menguntungkan bagi anda. Misalnya isu relokasi divisi kerja anda ke remote area yang berarti anda harus hidup terpisah dari keluarga yang saat ini tinggal di kota. Hawa ketidakjelasan, informasi yang simpang siur hampir pasti beredar di sekitar anda. Sebaiknya fokuslah pada tanggung jawab kerja anda. Selama hak anda masih diperhatikan dengan baik oleh perusahaan, sebetulnya belum ada yang perlu dikhawatirkan;
  • Cobalah untuk menggunakan network anda di luar kantor untuk mendapatkan informasi lowongan. Berjaga-jaga bila situasi kurang menguntungkan;
  • Siapkan energi untuk belajar lagi. Belajar apa saja yang dibutuhkan oleh tuntutan tugas anda yang baru. Jangan takut untuk memulai lagi dari awal, misalnya mengenal atasan dan rekan-rekan baru, dan mempelajari pekerjaan yang sama sekali baru. Berpikirlah bahwa anda pasti bisa melewati semua ketidakjelasan ini dan siap belajar sendiri karena tidak disediakan pembimbing untuk anda. Hal ini mengingat semua orang di sekitar anda pun sedang sibuk dengan diri dan pekerjaan mereka sendiri.

3. Janji Palsu yang terwujud
Memang kadang-kadang ada perusahaan yang kurang professional dalam memperlakukan tenaga kerjanya. Selama proses wawancara segala sesuatu terlihat menarik..yah ini karena perusahaan pun sedang berusaha membuat anda terkesan. Setelah anda putuskan menerima tawaran tersebut, ternyata realita di lapangan berbeda. Tugas yang anda kerjakan ternyata jauh berbeda dengan yang digambarkan kepada anda di awal wawancara, gaji memang anda terima nett yang sama, namun ternyata dibagi menjadi beberapa komponen yang tidak pernah dikomunikasikan sebelumnya, sarana kerja, jenjang karir dan peluang pelatihan sangat terbatas dan lain-lain. Untuk itulah, maka sangat penting bagi anda untuk membuat kesepakatan kerja secara tertulis dengan perusahaan tempat anda bekerja di awal masa kerja anda. Semua aspek yang telah disepakati secara tertulis akan memiliki kekuatan hukum sehingga hak-hak anda tetap terlindungi dengan baik. Bila kesepakatan tertulis itu tidak ada, maka anda pun tidak punya acuan apa-apa bila perusahaan tiba-tiba mengubah kesepakatan secara sepihak. Tips bagi anda yang berada pada situasi ini:
  • Tahan kekesalan anda. Sebagian sumber masalah juga bermula dari ‘kelalaian’ anda untuk membuat kesepakatan kerja dengan perusahaan. Bicarakan dengan atasan atau tim HRD dengan kepala dingin untuk mencari solusi yang win-win buat anda.
  • Pilihan anda hanya dua…bila setelah mencoba bernegosiasi ternyata tidak ada action yang nyata dari pihak perusahaan: Quit or Go on! Jika anda memutuskan untuk menerima, jangan sekali-kali anda bekerja seenaknya untuk menunjukkan kekesalan anda karena itu artinya anda tidak professional. Hati-hati karena tidak sedikit karyawan yang sengaja ‘minta di-PHK’ karena situasi ini. PHK di Indonesia (kecuali karena kasus rasionalisasi) masih dilihat sebagai pencoreng konduite anda sebagai pekerja, jadi sebaiknya selesaikan masalah anda dengan cara yang dewasa.

Workalholic apakah artinya Cinta Pekerjaan?

Ciri-ciri workalholic sebetulnya mudah sekali dikenali. Bila rata-rata konsumsi waktu yang anda gunakan untuk bekerja melebih jam kerja normal anda, maka bolehlah anda disebut The Real Workalholic. Anda belum bisa disebut Workalholic bila sindrom Gila Kerja ini hanya menyerang anda pada satu periode tertentu, misalnya pada proyek-proyek khusus, dimana anda memiliki tanggung jawab besar. Nah tipe workalholic yang disebutkan terakhir yang bisa disebut cinta pekerjaan, bukan yang pertama.


Workalholic adalah satu bentuk perilaku kerja yang cenderung destruktif daripada produktif. Hal ini karena seorang workalholic cenderung mengabaikan keseimbangan hidup dimana ia lebih fokus pada satu peran saja dalam hidupnya, yaitu sebagai pekerja. Setiap orang tentunya memiliki peran-peran sosial lain selain sebagai pekerja. Bila anda sudah melihat ada sebagian dari peran anda yang tidak terakomodasi dengan baik karena pekerjaan anda, maka saat itulah perilaku kerja sudah mengarah pada sindrom gila kerja yang destruktif. Cobalah untuk menerapkan pepatah ‘Don’t Work Hard, but Work Smart!’ Rencanakan pekerjaan anda dengan baik. Jaga keseimbangan hidup anda karena adanya keseimbangan tersebut turut menentukan konsistensi kerja anda sehari-hari!

Lalu seperti apa ciri-ciri orang yang mencintai pekerjaannya?

Bila anda sudah cukup beruntung tidak berada pada situasi yang digambarkan di atas, masih ada satu syarat yang perlu anda kembangkan agar anda lebih mencintai pekerjaan anda yaitu SELALU MEMBERI NILAI TAMBAH terhadap tugas dan tanggung jawab anda. Hal ini hanya mungkin terjadi bila anda bertindak sebagai owner dari pekerjaan dan tugas-tugas anda alih-alih sebagai eksekutor. Sebagai eksekutor anda bersikap pasif terhadap apa yang diharapkan dari pekerjaan anda, sementara situasi dan tuntutan lingkungan berubah. Klien anda tentu menuntut sesuatu yang lebih dari waktu ke waktu walaupun mereka tidak pernah menyebutkan terang-terangan apa yang mereka butuhkan kepada anda.

Dengan bertindak sebagai Owner, anda memposisikan diri untuk ‘keep alert’, mengevaluasi dan mengembangkan diri anda terus menerus. Lepaskan diri anda dari kebiasaan menunggu disposisi yang diturunkan dari atasan, namun sebaliknya proaktiflah dalam melihat peluang untuk meningkatkan servis anda. Pada era globalisasi seperti saat ini, hanya sikap kerja seperti ini yang mampu membuat anda diperhitungkan sebagai SDM yang professional dan kompetitif.

Tidak sulit bukan! Cobalah kreatif dan mulailah satu hal baru setiap hari!
(Presented by DA for Heart to Heart Metro FM 101.9 FM episode 04 Feb’09)