Bagi anda penggemar tulisan Rhenald Kasali, tentu ingat
salah satu buku beliau: SELF DRIVING: MENJADI
DRIVER ATAU PASSENGER? Dari beberapa buku karya beliau yang saya koleksi,
buku yang diterbitkan tahun 2014 ini adalah salah satu yang membuat saya enggan untuk meletakkannya hingga selesai. Berikut reviewnya.
Dalam buku yang bertema perubahan tersebut, pak Rhenald
menjelaskan pentingnya untuk membangun karakter ‘Driver’ dalam diri individu
terutama di negara kita yang masih sarat dihuni oleh mereka yang berkarakter
‘Passenger’. Layaknya Driver maka karakter ini erat dengan sifat ‘alert’ atau
waspada, karena Driver harus selalu paham jalan yang hendak ditempuh, mengikuti
terus menerus kondisi lalu lintas, memilih dan memutuskan jalur mana yang
paling aman dan singkat jarak tempuhnya, menjaga kelaikan kendaraan sekaligus
memastikan keamanan penumpang dan mobil yang ia kemudikan supaya semua selamat
sampai tujuan. Berbeda dengan Passenger yang relatif tidak memiliki tanggung
jawab apa-apa, selain duduk manis bahkan diijinkan untuk tidur sampai
perjalanan berakhir.
Pak Rhenald mengingatkan bahwa meskipun sangat penting, posisi
Driver adalah posisi yang tidak nyaman dan beresiko tinggi karena jika Driver
lalai maka seisi mobil bisa terancam bahaya dan ia akan dituntut sebagai pihak
yang paling bertanggung jawab. Tetapi, jika tidak ada satu pun orang yang maju
ke depan dan mengambil resiko ini maka ‘rombongan itu’ tidak akan pernah sampai
ke mana-mana.
Baru sebatas ini saja, rasanya wajar jika banyak yang
menolak menjadi Driver – namun Pak Rhenald justru menyoroti rendahnya kemauan
menjadi Driver ini yang membuat perubahan sering tidak terjadi, persoalan
menggunung tanpa solusi bahkan sekedar upaya untuk dipecahkan pun tidak muncul
karena pada umumnya orang enggan bertindak akibat takut gagal dan takut salah. Oleh karena itu, membangun karakter Driver harus dimulai sejak
dini agar individu tumbuh secara bertahap menjadi Good Driver yang dapat
diandalkan lingkungan di mana pun sang Driver berada. Membangun attitude ini
sejak dini juga akan menghindari jebakan kenyamanan yang menggelayuti Pessanger.
Dalam bukunya, Pak Rhenald banyak sekali mencontohkan
figur-figur terkenal bahkan orang biasa yang berhasil menjadi Driver untuk
mengubah tidak saja dirinya sendiri namun juga lingkungannya. Konsep beliau memang
lebih mudah dianalogikan di dalam perusahaan atau instansi dengan man power berjumlah
besar karena biasanya semua karakter yang ia soroti (good driver, bad driver,
good passenger, bad passenger) dapat ditemukan di sini. Idealnya semua orang
mampu bertransformasi menjadi Good Driver.
Pada intinya, Good Driver bisa jadi adalah figur yang
‘kurang disukai’ di lingkungannya karena dinilai mengobrak-abrik pola dan
aturan yang sudah berjalan yang disadari atau tidak hanya mampu mengakomodir
dan menguntungkan sebagian (kecil) orang sehingga menjadi sumber masalah di
sebuah organisasi. Resistensi dari mereka yang tidak ingin diubah dan membenci
perubahan karena akan merugikan dirinya dalam hal ini menjadi target atau
sasaran seorang Good Driver. Tidak sedikit pula, mereka yang posisinya sangat
mungkin untuk menjadi Driver justru memutuskan untuk menjadi Passenger –
sehingga kurang sensitif atau bahkan abai terhadap kebutuhan perubahan di
sekelilingnya. Sementara itu, para ambivalent (bad driver dan good passenger)
membuat situasi makin rumit. Bad Driver adalah mereka yang dinilai punya power
untuk melakukan perubahan, namun memiliki gagasan yang destruktif untuk
kepentingan organisasi dalam jangka panjang. Merekalah trouble maker yang mampu menggerakkan massa, kritis dan artikulatif
tetapi kesulitan membaca arah kebijakan dan prioritas-prioritas manajemen. Good
Passenger masih dapat dimaklumi keberadaannya karena dalam jangka pendek tidak
akan menimbulkan kerusakan. Namun Good passenger pada akhirnya akan menjadi
beban yang berat bagi organisasi karena stagnansi atau minimnya kemauan untuk
membuat terobosan.
Lantas, apa yang harus diperbuat?
Kembali pada statement di atas, maka Pak Rhenald cenderung
pada membangun karakter sejak dini, sehingga tanggung jawab untuk menciptakan
Driver ada pada orang tua, pendidik dan para mentor yang ikut membantu
pembentukan karakter seseorang. Orang tua di rumah harus berani untuk
menciptakan tantangan dan ‘kesulitan’ bagi anak-anaknya dengan ‘menahan diri’
dalam memberikan kenyamanan maksimal agar anak lebih terpacu untuk
memperjuangkan sendiri apa yang ia inginkan. Kecenderungan orang tua di
Indonesia yang tidak ingin anaknya merasakan ‘penderitaan’ yang sama dengan
mereka mendorong maraknya nepotisme alias anak-anak dibolehkan menggunakan
privilege yang dimiliki orang tuanya untuk mendapatkan kemudahan. Padahal
kemudahan adalah jebakan ‘Batman’ yang menghambat kemandirian seseorang. Di
sekolah dan dunia pendidikan, para guru dan dosen harus mampu memperkenalkan
dan menyisipkan nilai-nilai ‘risk taking’ dalam kuliah dan sistem belajar yang
diberikan di kelas bersama siswa dan mahasiswanya. Misalnya dengan mendorong mereka
untuk mengeksplore hal-hal yang cenderung dihindari atau dinilai tidak mungkin dicapai
karena ketiadaan akses dan sumber daya. Pak Rhenald mencontohkan satu tantangan
yang sudah ia terapkan pada mahasiswanya yaitu dengan mendorong mereka untuk
membuat Passport walaupun belum mempunyai dana atau rencana hendak pergi ke
luar negeri. Harapannya, Passport akan men-trigger keinginan menjelajah negara
lain sekaligus kreatifitas mereka untuk mewujudkan keinginan itu, misalnya
dengan mulai browsing negara-negara tujuan atau menabung sedikit demi sedikit.
Tentu akan lebih mudah bagi sebagian siswa atau mahasiswa tersebut untuk
meminta saja biaya perjalanan kepada orang tuanya yang mampu dan pada
kenyataannya tidak sedikit pula orang tua yang lebih suka bila perjalanan
tersebut dipercayakan pada agen perjalanan profesional. Tapi, bukan itu tujuan
yang dimaksud di sini. Mentor untuk pembelajar dewasa juga sebaiknya mendorong
individu agar belajar menikmati proses menuju cita-citanya alih-alih hanya
merasa puas dan mendapatkan sesuatu setelah cita-cita tercapai. Tentu saja
keberhasilan adalah sebuah reward puncak, namun jika kita bicara pembelajaran
maka jatuh bangun dalam mengusahakan cita-cita dapat menumbuhkan empati, mengasah
daya tahan dan sikap pantang menyerah yang sangat dibutuhkan dalam mengelola
perubahan.
Bagi yang sudah terlanjur dewasa J, Pak Rhenald juga memberikan
tips untuk ‘membentuk’ sendiri attitude yang mencirikan seorang Driver, sebagai
berikut:
1)membangun disiplin diri, 2)berpikir dan berbicara simpel
dalam kehidupan sehari-hari, 3)belajar lebih berani mengambil resiko, 4)melatih
pola pikir kreatif dan pola pikir kritis, 5) mengubah karakter fixed mindset
menjadi growth mindset 6)fokus pada kemenangan, namun dengan cara yang tetap
win-win.
Sisi lain dari buku ini.
Membaca buku Rhenald Kasali adalah sebuah proses menjelajah
rimba literatur yang luas karena beliau selalu mencantumkan referensi yang
beragam tidak saja di bidang yang berkaitan dengan dunianya (ekonomi dan
manajemen perubahan) namun juga di bidang lain. Satu hal ini saja sudah sangat
menginsipirasi karena saya jadi terdorong untuk mencatat buku-buku yang menjadi
rujukan beliau namun belum terpantau oleh radar saya. Hal lain yang menarik
adalah cara bertutur beliau yang menggambarkan pribadi yang cerdas sekaligus humble. Ibarat padi yang bernas namun
makin merunduk, seperti itulah gaya pak Rhenald bertutur. Memang terkadang
beliau juga tidak lepas dari bias-bias pribadi, namun sebagai penulis bergenre
non-fiksi, komitmen beliau untuk berbagi pengetahuan dan pemikiran dengan
cara-cara yang arif dan mudah dimengerti
tertangkap jelas dari gaya bertutur dan pilihan kata yang digunakan. Selain
pikirannya, bagaimana Rhenald Kasali dalam keseharian juga tercermin dalam
tulisan-tulisannya sehingga walaupun tidak mengenal beliau secara personal saya
menemukan kesan figur yang tidak saja cerdas, berpendidikan dan berwawasan,
namun juga memiliki lingkup pergaulan yang luas serta sering dipercaya banyak
pihak untuk menangani project atau kasus-kasus sulit. Bagaimana proses kreatif
buku-buku itu diciptakan juga menjadi keseharian pak Rhenald yang menarik
diikuti karena setiap penulis memiliki gaya dan pengalamannya sendiri dalam
menghasilkan sebuah karya.
Oleh Desi Astanty - Psikolog
(Penulis adalah asesor dan konselor di Inner-Q Jambi)
No comments:
Post a Comment